Khibran Aufar, teman-teman biasa memanggilnya Bob atau mungkin lebih tepatnya ia sendiri yang membranding dirinya dengan sebutan "Bob" itu. Seorang remaja yang tidak jauh berbeda dengan remaja-remaja lainnya. Dia kuliah, dia ngekos, dia perantau, dan dia kelaparan di akhir bulan (bahkan mungkin sepanjang bulan). Kurang lebih 3 tahun progress dia di perkuliahan tidak ada peningkatan, bahkan tiap semester semakin jarang ditemui dikelas. Dia merasa berkegiatan perkuliahan dikelas bukan yang ia harapkan. Ia lebih senang menggambar, menulis, dan menonton konser musik.

Bob seringkali menemui keadaan yang sulit, terutama untuk meyakinkan orangtua-nya tentang kehidupannya sekarang. Tentu saja gagal diperkuliahan bukanlah berita baik bagi sebagian banyak orang tua, termasuk orangtua Bob. Mungkin hampir semua mahasiswa yang kuliah dibayarkan orang tua hal semacam ini sulit untuk diterima karena mencerminkan tidak berbakti-nya Bob kepada orangtua. Tapi Bob memiliki opininya sendiri, terutama untuk kegiatan belajar mengajar itu sendiri. alih-alih memperjuangkan eksistensinya di kampus, dia lebih memilih untuk mengotori kanvas-kanvas dan beberapa tembok serta media lain dengan kuas dan cat.

Dalam rangka aji mumpung dan penasaran, saya menyempatkan diri bertanya beberapa hal menurut perspektif-nya dan meminta izin untuk mendokumentasikannya.


Khibran a.k.a Bob, Perspektif dari Seorang Tukang Gambar

Khibran Aufar, teman-teman biasa memanggilnya Bob atau mungkin lebih tepatnya ia sendiri yang membranding dirinya dengan sebutan "Bob" itu. Seorang remaja yang tidak jauh berbeda dengan remaja-remaja lainnya. Dia kuliah, dia ngekos, dia perantau, dan dia kelaparan di akhir bulan (bahkan mungkin sepanjang bulan). Kurang lebih 3 tahun progress dia di perkuliahan tidak ada peningkatan, bahkan tiap semester semakin jarang ditemui dikelas. Dia merasa berkegiatan perkuliahan dikelas bukan yang ia harapkan. Ia lebih senang menggambar, menulis, dan menonton konser musik.

Bob seringkali menemui keadaan yang sulit, terutama untuk meyakinkan orangtua-nya tentang kehidupannya sekarang. Tentu saja gagal diperkuliahan bukanlah berita baik bagi sebagian banyak orang tua, termasuk orangtua Bob. Mungkin hampir semua mahasiswa yang kuliah dibayarkan orang tua hal semacam ini sulit untuk diterima karena mencerminkan tidak berbakti-nya Bob kepada orangtua. Tapi Bob memiliki opininya sendiri, terutama untuk kegiatan belajar mengajar itu sendiri. alih-alih memperjuangkan eksistensinya di kampus, dia lebih memilih untuk mengotori kanvas-kanvas dan beberapa tembok serta media lain dengan kuas dan cat.

Dalam rangka aji mumpung dan penasaran, saya menyempatkan diri bertanya beberapa hal menurut perspektif-nya dan meminta izin untuk mendokumentasikannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar